Kamis, 28 Januari 2010

SEBUAH PERBANDINGAN UUD 1945 DENGAN UUDS 1950

Sejak proklamasi kemerdekaan indonesia pada tahun 1945 sampai sekarang telah berlangsung 4 babak perundang-undangan dasar di negara kita, dalam perubahan itu terdiri dari 3 macam undang-undang yaitu :
1. UUD 1945 yang berlaku mulai dari bulan Agustus 1945 sampai dengan bulan Desember 1949.
2. UUD RIS 1949 yang berlaku mulai dari bulan Desember 1949 sampai dengan bulan Agustus 1950
3. UUDS 1950 yang berlaku mulai dari bulan Agustus 1450 sampai dengan bulan Juli 1959.
4. UUD 1945 .berlaku kembali mulai dari bulan Juli 1959 sampai dengan sekarang, peristiwa kembalinya ke undang-undang dasar 1945 ini ditandai dengan peristiwa Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Pergantian UUD pada suatu negara, berarti terjadi suatu peralihan dari tertib ketatanegaraan yang lama menuju ketatanegaraan yang baru. Pengunaan sautu perundang-undangan tertentu pada sautu negara tiada lain adalah usaha untuk memperoleh suatu pola pemerintahan yang diharapkan akan membawa kesejahteraan bagi bangsa pendukung negara itu. Secara teoritis, pergantian undang-undang ini setidaknya membawa perubahan struktur pemerintahan negara, dan lebih jauh lagi terjadi perubahan dasar filsafat, tujuan dan juga policy negara.
Tiga macam perubahan dan penggunaan tiga undang-undang ini menganut sistem pemerintahan yang berlainan dan justru terjadinya kelainan dalam sistem pemerintahan ini memberikan pengaman dan pelajaran ketatanegaraan bagi kita di Indonesia. Ketiganya ini menganut dasar filsafat yang sama yaitu Panca sila, tetapi dengan sistem pemerintahan yang sama. Selain itu, hal yang tidak berubah dalam ketiga perundangan tersebut memiliki tujuan yang sama, seperti yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945
Sebagai suatu undang-undang, baik itu undang-undang 1945 dan undang-undang sementara 1950 adalah merupakan induk hukum dan landasan hukum yang tertinggi bagi ketatanegaraan. Seperti telah dijelaskan diatas keduanya ini mempunyai kesamaan yaitu dalam dasar negara yaitu Panca sila dan juga tujuan negara, seperti yang tercantum dalam pembukaan undng-undang dasar 1945, namun demikian diantara kedua perundang-undangan ini terdapat perbedaan terutama dalam struktur pemerintahan.
Di dalam undang-undang dasar 1945 kekuasaan legis latif dan esekutif dipegang oleh MPR. Sedangkan dalam undang-undang sementara 1950 kekuasaan ini dipegag oleh suatu bandan yang dikenal dengan badan Konstituante. Berbeda dengan Konstituante yang hanya memiliki tugas tuggal yaitu menetapkan undang-undang dan jika telah selesai tugasnya maka badan ini akan dibubarkan, akan tetapi pada kenyataanya setelah dilantik oleh presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1956 dengan pidatonya yang dikenal dengan “susunlah konstitusi yang benar-benar res publica” dalam dua setengah tahun masa kerjanya, walaupun dalam beberapa bagian naskah undang-undang dasar itu telah tersusun, namun mengenai satu faktor yang prisipil kinerja dari badan kontituante ini tidak pernah terselesaikan karena dalam kurun waktu tersebut tidak pernah berhasil dalam menentukan undang-undang. Hal lain yang menyebabkan kegagalan dari badan konstituante adalah kegagalan dalam merumuskan dasar filsafat negara untuk dicantumkan dalam undang-undang dasar, selain itu setelah pidato presiden pada tanggal 22 april 1959 mengenai ide tentang kembali ke undang-undang dasar 1945 badan konstituante tidak bisa menentukan sikap apakah akan kembali ke undang-undang dasar 1945 atau tidak. MPR mempunyai tugas yang lebih banyak dari badan konstituante sehingga mempunyai wewenang khusus. Wewenang itu antara lain :
1. Menjalankan dan memegang kedaulatan rakyat (terdapat dalam pasal 1 dan 2)
2. Menetapkan undang-undang dasar dan juga Garis-Garis Besar Haluan Negara (terdapat dalam pasal 3)
3. Menetapkan perubahan Undang-undang Dasar (terdapat dalam pasal 37)
4. Memilih presiden dan wakil presiden (terdapat dalam pasal 6)
5. Menyaksikan sumpah presiden dan wakil presiden (terdapat dalam pasal 9)

Berbeda dengan konstituante yang ditetapkan terdiri dari sejumlah sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 150.000 jiwa penduduk warganegara Indoseia mempunysi seorang wakil (pasal 135 ayat 1 UUD 1950), maka yang spesifik dalam struktur atau syarat keanggotaan dalam undang-undang 1945 ialah MPR ini terdiri dari anggota DPR ditambahkan dengan utusan-utusan daerah dan juga golongan-golongan yang dianggkat (terdapat dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945) majelis permusyawaratan rakyat yang merupakan sebagai lembaga tertinggi negara tidak bisa bersidang setiap hari, oleh karena ituuntuk melakukan tugas sehari-hari tugas ini diserahkan kepada presiden yang merupakan mandataris MPR.
Dewan perwakilan rakyat menurut sistem ketatanegaraan undang-undang dasar 1945 memberikan persetujuan kepada presiden dalam membuat undang-undang. Di dalam hal ini maka apabila akan diadakan pengaturanya, maka presiden harus meminta terlebih dahulu persetujuan dari anggotwa dewan perwakilan rakyat. Selain itu, dewan perwakilan rakyat berhak menerima hasil audit dari badan pemeriksa keuangan. Apabila dalam menjalankan tugas-tugasnya presiden menyimpang dari undang-undang dan juga garis-garis besar haluan negara yang ditetapkan oleh MPR, namun dikarenakan dalam forum sidangnya sendiri tidak berwenang menuntut pertanggung jawaban presiden, tetapi dalam strutur keanggotaan MPR yang terdiri dari seluruh anggota DPR ditambah dengan utusan daerah yang dianggkat, maka dewan perwakilan rakyat berhak meminta kepada ketua MPR supaya mengadakan sidang istimewa khusus untuk atas nama dan forum sidang MPR menuntut pertanggung jawaban presiden. Oleh karena itu sudah barang tentu presiden harus memperhatikan kemauan daripada dewan perwakilan rakyat dikarenkan dapat mengawasi tindakan presiden beserta pembantu-pembantunya. Hal ini sangat berbeda sekali dengan UUDS 1950 kalau didalam UUD 1945 kedudukan DPR sangat jelas sekali kedudukanyan akan tetapi dalam UUDS 1950 ini kedudukan DPR masih kabur diakrenkan DPR padea saat itu belum terbentuk dan baru akan terbentuk setelah pemilu yang akan berlangsung pada tahun 1955 dan untuk menjalankan dari tugas-tugas DPR yang belum terbentuk maka untuk sementara waktu, seperti yang dijelaskan dalam pasal 77 untuk pertama kali dibentuk “Dewan Perwakilan Rakyat Sementara” yang terdiri dari gabungan dewan perwakilan rakyat indonesia serikat dan badan pekerja komite nasional indonesia pusat dan untuk masalah senat seperti yang tercantum dalam UUD RIS dihapuskan, hal ini sehubungan bahwa dalam negara kesatuan tidak dikenal adanya senat.
Dari segi tanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas esekutif kabinet pada undang-undang dasar 1945 adalah merupakan kabinet presidensil dimana tanggung jawab tidak dilimbpahkan kepada menteri, tetapi kepada presiden sesuai dengan asas “The Concentrations Of Power And Responsibibility Upon The President” yakni dimana pemusatan kuasa dan tanggung jawab berada ditangan presiden. Walaupun sebagai penguasa tertinggi dalam pemerintahan, di dalam menjalankan kekuasaannya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan undang-undang dasar (peratuaran ini terdapat dalam pasal 4 UUD 1945) dan harus pula tunduk kepada garis-garis besaer haluan negara dan juga keptusan-keputusan lain dari majelis permusyawaratan rakyat. Seperti yang dijelaskan dalam tugas dan wewenang baik itu MPR maupun DPR, presiden sebagai mandataris MPR bertanggung jawab kepada MPR dan tidak bertanggung jawab kepada DPR, akan tetapi presiden tidak bia mengabaikan dari DPR dikarenakan selain juga sebagai anggota MPR yangt bisa saja mengajukan saran kepada ketua MPR untuk mengadakan sidang istimewa, DPR juga berhak memberikan persetujuan terhadap rancangan perundang-undangan yang diajukan oleh pemerintah (presiden). Apabila dalam pertanggung jawabannya dinilai sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima dengan baik oleh majelis permusyawaratan rakyat maka mandat yang diberikan kepada presiden dapat dicabut kemabli. Jelas disini bahwa kedudukan presiden tidak sejajar dengan MPR melainkan berada dibawah kekuasaan MPR, bahkan MPR merupakan badan yang tertinggi dalam pemerintahan dan juga membawahi segala organ negara lainya. Mengingat begitu beratnya tugas dari presiden selaku mandataris MPR dan juga sebagai kepala pemerintahan dalam menjalankan segala aktifitas keseharinya presiden dibantu oleh menteri-menteri yang duduk dalam sebuah departemen. Para menteri ini tidak bertanggung jawab kepada MPR maupun DPR, melainkan bertanggung jawab kepada presiden. Presiden berhak menilai kinerja dari para menterinya dan juga berhak mengangkat maupun memberhentikan mentri tersebut. Maka adalah tepat dalam struktur kenegaraan dikenal dengan adanya Dewan Pertimbangan Agung. Tugas dari dewan pertimbangan agung itu sendiri adalah sebagai penasehat dan advis serta ususl-usul kepada presiden seperti yang diatur dalam pasal 16 UUD 1945.
Hal ini berbeda dengan apa yang ada dalam undang-undang dasar sementara 1950 di mana menggunakan sistem pemerintahan ministerial dimana tanggung jawab disini dilimpahkan kepada menteri-menterisedsuai dengan massa yang dianutnya yaitu “The King Can Do No Wrong” diman disini kepala negara tidak dituntut pertanggung jawaban atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kabinet dan presiden hanya sebagai simbol saja dan bukan kepala dikarenakan kepala pemerintahan berada ditangan perdana menrteri. Seperti yang dijerlaskan dalam pasal 83 ayat 1 bahwa presiden dan wakilnya dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat digangu gugat, tetapi dalam pasal 83 ayat 2 dijelaskan bahwa yang harus bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah baik itu secara bersama-sama maupun secara sendiri-sendir.
Sebagai perimbangan daripada pertanggunjawaban menteri-menteri tersebut, maka dalam hal perbedaan pendapat pemerintah berpendapat bahwa dewan perwakilan rakyat tidak lagi representatif maka dalam tempo 30 hari berhak membubarkan dewan perwakilan rakyat dan membentuk dewan perwakilan yang baru.
Sekilas memang ada keamaan antara undang-undang dasar sementara hampir sama dengan undang-undang dalam negara indonesia serikat yaitu keduanya sama-sama menganut sistem pertanggung jawaban menteri, atau yang dengan kata lain merupakan kabinet parlementer , akan tetapi dalam perumusanya undang-undang sementara 1950 adalah lebih sempurna dari pada konstitusi republik indonesia serikat.
Segi negatif dari sistem ini adalah bahwa apabila menteri-menteri yang tidak lagi mendapatkan dukungan dari badan perwakilan maka menteri tersebut harus mengundurkan diri. Sedangkan segi posotifnya adalah apabila akan mengangkat menteri-menteri haru mendapat dukungan dari dewan perwakilan, sehingga kedudukan dari menteri tersebut secara hukum akan lebih kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar