Selasa, 30 November 2010

Perkembangan HIV/AIDS

Kesehatan berkaitan erat dengan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu, permasalahan kesehatan terkait erat dengan kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Ketidaktahuan tentang penyakit yang dipengaruhi oleh kurangnya KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) dibidang kesehatan dan kurangnya akses terhadap kesehatan dapat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan seseorang.
Perilaku seksual yang berlebihan (baik dalam frekuensi, ragam maupun jumlah pasangan) membawa dampak buruk bagi kehidupan. Munculnya beberapa penyakit kelamin atau penyakit menular seksual sering kali dikaitkan dengan perilaku seksual manusia yang dalam batas-batas tertentu telah melanggar norma. Dalam batas kehidupan seksual tidak lagi sebagai anugerah tetapi berubah menjadi suatu musibah. Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannya terutama terjadi melalui hubungan kelamin. Seperti jenisnya yang bermacam-macam, penyebab PMS disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa atau virus. Jenis PMS yang diketahui adalah Gonorrhoea dan Syphilis. Disamping kedua jenis penyakit tersebut, ada banyak lagi yang dikategorikan PMS seperti trikomoniasis, kandidiasis, herpes genital, genital warts dan sebagainya. Belakangan ini ditemukan HIV (Human Immunodeficiency Viru) yang mempunyai kemampuan mutasi sangat hebat dibandingkan dengan virus lain yang pernah dipelajari dalam ilmu kedokteraan.
Dari faktor yang ada, keadaan PMS lain yang diderita salah seorang dari mitra seksual dapat meningkatkan resiko penularan HIV/AIDS. PMS merupakan masalah utama yang dialami banyak negara, terutama negara berkembang tempat fasilitas untuk mendiagnosa dan memberikan tindakan masih terbatas. 15% dari beban penyakit yang dialami penduduk perkotaan di negara berkembang disebabkan oleh PMS. Di daerah tropis PMS merupakan peringkat kedua setelah malaria dalam hal dampak sosial ekonomi.

1. Penyebaran Virus HIV/AIDS di Surakarta
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrom) adalah suatu penyakit yang sampai saat ini belum ada obat yang menghilangkan virus yang mematikan ini. Virus ini bekerja dengan jalan menyerap kekebalan tubuh manusia, yang ditimbulkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Dalam hal ini cara penularan. Sebagian besar penularan HIV/AIDS sebanyak 90% disebabkan hubnungan seksual, baik berlainan jenis (heterosexual) maupun sesama jenis (homosexual). Selebihnya, penularan terjadi melalui jarum suntik bekas penderita HIV/AIDS, transfusi darah dan hubungan plasenta janin dan ibu terinfeksi.
Sejak ditemukan pertama kali tahun 1981, AIDS dewasa ini sudah merupakan penyakit pandemi yang melanda hampir seluruh dunia. Di indonesia AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1987 pada seorang warga asal Bali yang mempunyai pasangan warga negara asing yang tinggal bersama selama hampir 10 tahun. Setelah kasus tersebut terungkap kemudian tahun 1988 pemerintah membentuk Litbangkes Departemen Kesehatan yang bertugas untuk menyusun kebijakan dan rencana startegi penanggulangan HIV/AIDS nasional. Setelah semakin meluasnya pandemi HIV/ AIDS di Indonesia yang mana pada tahun 2003 mencapai 90.000-120.000 orang dan setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.
Penularan melalui hubungan seksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Hubungan seksual, baik secara heteroseksual maupun homoseksual merupaan cara penularan yang paling utama di seluruh dunia. Virus ini dapat menular melalui segala macam bentuk kegiatan seksual secara penentrasi, dimana semen cairan vagina atau cairan mulut rahim (cervix) terinfeksi dengan HIV atau melalui perpindahan darah. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap HIV kepada pasangan seksualnya.
HIV sebenarnya tidak mudah menular dibandingkan dengan, misalnya virus influensa. Virus ini terdapat di dalam darah, air mani, air liur, air kemih, ciran vagina dan air susu ibu yang terinfeksi HIV. Tidak ada bukti penularan HIV melalui cara lain, misalnya melalui saluran pernafasan atau pencernaan. Juga tidak melalui hubungan sosial biasa dalam ruang lingup apapun, apakah di rumah, di sekolah, tempat kerja ataupun penjara. HIV juga tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk, makanan, air, kakus, kolam renang, menggunakan secara bersama-sama alat-alat makan dan minum atau objek lain seperti pakaian bekas dan telpon, bahkan berciuman belum menunjukan resiko penularan.
Pelacuran berhubungan erat dengan penularan berbagai penyakit seksual berbahaya dan bila aspek kesehatan pelacur tidak ditangani secara serius, penularan HIV/AIDS yang cepat dari pelacur, pelanggan sulit dicegah. Di mata masyarakat profesi wanita pekerja seks dianggap sebagai pekerjaan hina. Menghapuskan sama sekali kegiatan prostitusi memang tidak mungkin dan cara yang paling efektif adalah menanggulangi agar dampak negatif yang ditimbulkan tidak meluas ke masyarakat.
Awal munculnya HIV/AIDS di Surakarta belum ada bukti yang jelas namun pada tahun 1990 ditemukan sebuah kasus positif HIV pada seorang wanita PSK (Pekerja Seks Komersial) di Alun-Alun Kidul Kraton Surakarta. Kemudian kasus tersebut dicurigai berkembang ke komunitas yang paling beresiko tinggi masalah HIV/AIDS yaitu para PSK. Semakin rawannya insiden HIV/AIDS, antara lain disebabkan umumnya kaum pelacur kurang bersikap terbuka, banyak yang melakukan seks bebas tanpa merasa ada keluhan sehingga melanjutkan perbuatan itu tanpa memperdulikan resikonya. Sikap menutup diri, hanya ingin bergaul di kalangan sendiri menimbulkan keengganan untuk berobat manakala ada gejala-gejala penyakit yang timbul. Seorang yang terkena virus tersebut biasanya tidak suka berterus terang kepada orang-orang sekitarnya sehingga penyebaran virus tersebut semakin meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Family Health International (FHI) pada tahun 2005, Solo menjadi salah satu diantara tiga kota di Jawa Tengah selain Semarang dan Banyumas yang setiap tahun penambahan jumlah penderita HIV/AIDSnya cukkup tinggi. jumlah penderita HIV/AIDS sendiri pada tahun 2005 mencapai 7 orang penderita virus HIV dan 2 orang positif mengidap Aids. Secara komulatif dari tahun ke tahun penderita virus HIV/AIDS mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 8
Jumlah Penderita HIV dan AIDS Di Solo
Tahun HIV AIDS
1999 1 0
2000 0 0
2001 0 0
2002 1 0
2003 1 1
2004 4 1
2005 7 2
jumlah 14 4
Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta
Peningkatan jumlah penderita HIV/AIDS tidak lepas dari posisi kota Solo sendiri yang merupakan daerah tujuan wisata dan letaknya yang strategis sehingga mobilitas penduduknya tingggi serta membawa konsekwensi kebutuhan jasa hiburan termasuk layanan seksual dan keberadaan kelomopok resiko tinggi. PSK merupakan kelompok yang paling tinggi terjangkit virus HIV/AIDS. Secara tidak langsung Pemerintah Kota juga ikut berperan dalam peningkatan jumlah penderita virus ini. Penutupan resosialisasi Silir berakibat tidak adanya lagi kontrol kesehatan terhadap pelacur dikarenakan sebelum resosialisasi ditutup. Pemkot bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pelacur tapi setelah penutupan pemeriksaan tidak ada lagi dan pemeriksaan kesehatan PSK dilakukan atas inisiatif sendiri-sendiri. Ironisnya dari sekitar 300an PSK baru sekitar 89 orang yang sadar dan rutin mengunjungi (Voluntary Counselling and Testing) VCT.


2. Upaya Meminimalisir dan Pencegahan Virus HIV/AIDS
HIV/AIDS sangat erat kaitannya dengan pembangunan, karena virus ini dapat menyebar dengan cepat, menyerang kelompok usia produktif dan mengakibatkan kematian 100% pada penderitanya. Virus ini akan mempunyai dampak yang nyata bagi pembangunan di masa yang akan datang. Epidemi virus HIV/AIDS akan menambah penduduk yang hidup dalam kemiskinan dan menghambat usaha untuk mengembangkan sektor-sektor ekonomi tertentu seperti kesehatan, perhubungan, pariwisata, pertambangan dan pertanian.
Penyebaran Virus HIV/AIDS yang demikian cepat meluas menjadi beban baru bagi berbagai negara. Di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, beban tersebut menjadi semakin berat karena ada beban penyakit lain yang juga harus diselesaikan. Negara-negara berembang pada umumnya belum berhasilsepenuhnya mengatasi beban penyakit-penyakit tradisional akkibat infeksi. Namun, pada saat yang sama beban baru sudah muncul yaitu meningkatnya jumlah penyakit degeneratif. Akibatnya, banyak negara berkembang termasuk Indonesia memegang beban ganda yang hasur diselesaikan. Diperkirakan bahwa rata-rata untuk satu kasus AIDS di Indonesia sebesar 33 juta rupiah, yang terdiri dari 3 juta rupiah biaya langsung dan sekitar 30 juta rupiah biaya tidak langsung. Biaya rata-rata per kasus ini kira-kira 28 kali pendapatan per kapita Indonesia.
Perhatian masyarakat terhadap penyebaran virus HIV/AIDS masih sangat kecil dan yang menjadi kendala dalam memutuskan mata rantai penyebaran virus HIV/AIDS di kalangan PSK di Surakarta adalah tidak semua PSK yang merupakan kelompok resiko tinggi ingin memeriksakan dirinya ke petugas kesehatan. Pada saat ini salah satu upaya yang digunakan adalah dengan mendirikan klinik VCT (Voluntary Counselling and Testing) atau klinik konseling dan testing HIV secara sukarela yang terdapat di RS Dr Moewardi dan RS Oen. Klinik ini bertujuan untuk menyediakan informasi tentang HIV/AIDS, pencegahan, pengobatan, cara penularan, tes laboraturium HIV serta memberikan dukungan moral untuk perubahan perilaku yang lebih sehat dan aman.
Prinsip yang dipegang pada klinik VCT adalah persetujuan kerahasiaan tentang status penyakitnya, tidak diskriminasi dan menjamin mutu baik diagnositik maupun konsultatif. Apabila seseorang sudah dinyatakan positif HIV-AIDS maka klinik VCT akan merekomendasikan kliennya untuk penanganan ODHA (orang dengan virus HIV-AIDS) lebih lanjut melalui manajemen kasus.
Manajemen kasus merupakan mekanisme pengkoordinasian berbagai jenis layanan untuk ODHA yang mempunyai kebutuhan kompleks untuk memperoleh semua akses pelayanan secara cepat dan tepat. Dalam manajemen kasus ini terdapat seorang yang mempunyai fungsi koordinatif yaitu manajer kasus. ODHA akan mempunyai permasalahan yang sangat kompleks baik psikis, sosial maupun ekonomi. Pengetahuan masyarakat yang masih minim tentang AIDS membuat sebagian besar masyarakat beranggapaan bahwa ODHA itu harus dijauhi dan dikucilkan dari pergaulan. Disinilah peran manajer kasus dalam memberikan dukungan terhadap ODHA baik dalam pengobatan maupun dukungan secara mental akibat dari pandangan negatif masyarakat, dengan adanya manajemen kasus maka jumlah dan perilaku ODHA akan terkontrol sehingga aktivitas ODHA yang mungkin akan mengakibatkan penularan ke orang lain akan terhenti.
Upaya pencegahan yang telah dilakukan selama ini adalah melakukan penyuluhan untuk menambah pengetahuan dan menumbuhkan kesadaran tentang bahaya penyakit AIDS. Namun demikian, penelitian program pencegahan HIV/AIDS yang sudah ada dan yang akan dikembangkan tetap diperlukan. Hal ini dikarenakan masih adanya usaha pencegahan yang menyampaikan informasi dengan isi dan cara penyampaian yang kurang efektif, mempercayai mitos dan gagal menyampaikan pesan yang sesuai dengan kelompok sasaran. Hingga saat ini masih banyak program pencegahan yang sifatnya coba-coba tanpa melalui proses evaluasi dan penelitian. Kondisi ini terjadi terutama pada saat usaha pencegahan dibutuhkan respon cepat dalam menghadapi penyebaran HIV/AIDS.
Fokus usaha pencegahan HIV/AIDS umumnya diarahkan pada perilaku yang beresiko terhadap terjadinya infeksi atau penularan, karena infeksi ini dapat terjadi selama berlangsungnya proses pertukaran atau perpindahan cairan tubuh terutama darah dan cairan seksual, maka usaha pencegahan HIV/AIDS berusaha untuk mengubah atau memodifikasi cara berhubungan seks yang beresiko (unsafe sex) ke arah cara yang lebih aman (safer sex). Hal ini dapat dipahami mengingat pada beberapa variasi cara berhubungan seks, terdapat beberapa kemungkinan terjadinya pertukaran cairan tubuh seperti darah atau cairan seksual. Beberapa cara yang umum dan dianggap sebagai cara yang perlu dilakukan dalam sautu hubungan seks, dengan demikian maka usaha pencegah menjadi tidak sesederhana yang dipikirkan karena hubungan seks merupakan sifat yang sangat pribadi dan mendasar. Di samping itu, usaha perubahan cara-cara berhubungan seks dari yang beresiko ke arah yang lebih aman dari resiko penularan HIV/AIDS, perlu didahului oleh adanya suatu usaha peningkatan pengetahuan dan pembentukan sikap yang mendukung bagi perubahan perilaku seks yangaman dari resiko terjangkit HIV/AIDS.
Upaya lain pencegahan penyebaran pandemi virus HIV/AIDS dengan mengkampanye program ABC. A berarti Abstentia Sexual, dimana seseorang itu tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. B adalah be faitful atau setia kepada pasangannya masing-masing serta tidak bergonta-ganti pasangan yang bisa mengakibatkan terjangkitnya virus ini. Sedangkan C adalah condom dimana cara ini lebih ditekankan pada penggunaan alat kontrasepsi berupa kondom dalam melakukan hubungan seksual.
Pengetahuan merupakan dasar dan fungsi sikap, intensi dan tidakan. Sehubung dengan masalah HIV/AIDS, evaluasi terhadap berbagai atribut objek pengetahuan HIV/AIDS, dapat menentukan arah sikap dan mendorong motivasi dan intensi seseorang untuk menghindari diri dari resiko penularan HIV/AIDS. Pendekatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar